Judul Buku : Jalan
Terjal Santri Menjadi Penulis
Penulis : Rizal Mumazziq
Zionis, dkk.
Penerbit : Muara Progresif
Cetakan : I; 2009
Tebal : vii + 224
halaman
Harga : Rp 25.000
Diskon : Tiap pembelian 5 Eks/pcs Diskon
17%, Pembelian 10 Eks/pcs Diskon 25%. (Contact SMS/Telp 085655249960)
*Judul
di atas tanpa sadar telah memaksa saya untuk
membuka kembali memory card yang berisi folder dan file-file
penting selama tujuh tahun belajar di pesantren. Ada beberapa folder yang
bertutur tentang hiruk-pikuk canda tawa, suka-duka, atau bahkan folder yang
sengaja saya hidden agar tidak terindeks oleh virus yang siap menggerogoti. Dan
yang paling krusial adalah file tentang fluktuasi ghirah (semangat) kepenulisan saya yang
hampir mencapai titik maksimal, justru pada saat minimnya fasilitas dan sarana
yang mendukung.
Itulah
barangkali abstraksi awal yang hendak diangkat oleh buku Jalan
Terjal Santri Menjadi Penulis ini.
Membacanya, kita akan menyaksikan tiap jengkal episode kepenulisan para santri
yang penuh onak dan duri, melewati jalan setapak yang terjal dan penuh jurang.
Tapi tekad telah menjadi karang yang tak goyah diterjang gelombang. Mimpi telah
menjadi api yang mengobarkan semangat janji. Maka apapun yang terjadi, bahkan
sejuta rintangan menghalangi, ikhtiar menulis tetaplah abadi.
Dari Catatan Harian Hingga Transformasi Gagasan
Simaklah
dengan seksama, bagaimana seorang Suhaidi RB,
salah satu santri penulis buku ini, bercerita tentang riwayat kepenulisannya
yang sarat heroisme. Ia terlahir dari keluarga yang jauh dari budaya
baca-tulis. Gen sebagai penulis bisa dikatakan tidak mengalir dalam keluarga
saya, begitu pengakuannya. Kondisi sosial ekonomi dan tingkat pendidikan di
kalangan rumahnya juga pas-pasan.
Bagi Suhaidi, teologi menulis adalah semangat
pantang menyerah. "Sudah
hampir 30 cerpen yang saya tulis hingga hari ini. Sudah banyak yang saya
kirimkan ke berbagai media. Dan alhalmdulillah, satu pun belum ada yang
dimuat", begitu kelekarnya pada waktu bedah buku di atas. Tapi ia
pantang menyerah. Maka untuk menopang biaya studi sarjananya, ia mengubah
haluan dari menulis fiksi ke non fiksi. Dan untuk pengiriman pertama kali,
artikel opininya langusng diterima media. "Takdir
sepertinya memang tidak mengizinkan saya menjadi seorang cerpenis",
tambahnya bergurau.
Ya, cerita Suhaidi hanyalah satu dari sekian banyak perjalanan santri dalam menapaki dunia tulis-menulis, lika-liku yang menggairahkan dan penuh tantangan. Ada Rijal Mumazziq yang rela membuat buletin tandingan karena "mendendam" pada redaktur yang tidak pernah memuat karyanya. Ada Noviana Herliyanti, Hana al-Ithriyyah, Nur Faisal dan sederetan santri lainnya. Motivnya pun beragam, mulai dari dorongan orang tua hingga idealisme-pragmatis alias tuntutan kantong hidup.
Ya, cerita Suhaidi hanyalah satu dari sekian banyak perjalanan santri dalam menapaki dunia tulis-menulis, lika-liku yang menggairahkan dan penuh tantangan. Ada Rijal Mumazziq yang rela membuat buletin tandingan karena "mendendam" pada redaktur yang tidak pernah memuat karyanya. Ada Noviana Herliyanti, Hana al-Ithriyyah, Nur Faisal dan sederetan santri lainnya. Motivnya pun beragam, mulai dari dorongan orang tua hingga idealisme-pragmatis alias tuntutan kantong hidup.
Menulis bukanlah sesuatu yang mudah. Butuh kesabaran yang pantang
menyerah, apalagi mengaku kalah. Berjuta-juta lembar
sertifikat yang kita dapatkan dari diklat kepenulisan tak akan membuat kita
menjadi penulis dadakan. Tak ada sejarahnya penulis hebat lahir hanya
mengandalkan bakat. Ada banyak tahapan yang harus ditempuh bersusah payah dan
berdarah-darah. Barangkali benar apa yang sering saya baca di buku-buku
motivasi, bahwa pelaut yang hebat tidak dilahirkan dari ombak yang kecil,
melainkan gelombang yang besar.
"Penulis
itu adalah orang tersesat di jalan yang benar",
begitu kata Lan Fang, salah satu pembanding dalam acara bedah buku Jalan Terjal santri Menjadi Penulis,
yang diterbitkan oleh Muara
Progresif bekerjasama dengan Pondok Budaya IKON Surabaya. Acara
yang digelar di Auditorium Self
Acces Center (SAC) IAIN Sunan
Ampel Surabaya ini berjalan lancar dan semarak. Bukan hanya karena rentetan
acaranya yang kocak, tapi karena komitmen para santri yang terkumpul dalam
bunga rampai ini tiba-tiba memunculkan geliat semangat saya untuk bisa seperti
mereka...
Akhirnya, kehadiran buku ini telah me-remove mitos bahwa santri adalah makhluk
tradisional, sulit berkembang dan terkesan primitif. Jika sobat penasaran dengan jalan terjal kepenulisan mereka,
tidak ada salahnya jika membacanya sampai tuntas. Dijamin sobat akan merasa
puas, tetapi selalu dahaga untuk melukis kata-kata di atas kanvas.
*Sumber : Blog Bahauddin Amyasi
0 komentar:
Posting Komentar