Judul : Meluruskan Doktrin MTA;
Kritik Atas Dakwah Majelis Tafsir Al-Qur’an
Penulis : Nur Hidayat Muhammad
Penerbit : Muara Progresif, Surabaya
Cetakan
: I, Januari 2013
Tebal : xiv + 206 hlm.
Harga :
35.000,-
Diskon : Tiap pembelian 5 Eks/pcs Diskon
17%, Pembelian 10 Eks/pcs Diskon 25%. (Contact SMS/Telp 085655249960)
*Dalam banyak hal,
warga Nahdliyyin kerap menjadi target dan sasaran beruntun kelompok atau
aliran-aliran yang kontra secara aqidah dan amaliah dengan ormas Islam terbesar
di Indonesia ini. Di antara kelompok yang secara gamblang menaruh
“ketidaksukaan” kepada warga nahdliyyin ialah MTA atau biasa disebut Majelis
Tafsir al-Qur’an, yakni lembaga dakwah yang menyublimasi dirinya menjadi sebuah
yayasan dengan pendidirinya Abdullah Thufail Saputra pada 19 September 1972.
Untuk kesekian
kalinya, kemunculan MTA merupakan warning bagi warga Nahdliyyin secara khusus,
dan umat Islam pada umumnya setelah Syiah, Wahabi, Hizbut Tahrir, Jama’ah
Tablig, Jama’ah Islamiyah dan sebagainya.
Apa yang sejatinya
salah dengan MTA, dan mengapa juga kehadirannya menjadi peringatan bagi warga
Nahdliyyin? Melalui karya saudara Nur Hidayat Muhammad dalam bentuk bukunya
yang berjudul “Meluruskan Doktrin MTA; Kritik Atas Dakwah Majelis Tafsir Al
Qur’an di Solo” banyak hal diungkapkan mengenai segala jeroan MTA, yang darinya
dapat diambil sebuah pelajaran penting hingga nantinya bisa mengenali secara
kaffah MTA dengan segala gerak-tingkah dan dakwahnya yang berpusat di Solo
(Surakarta) ini.
Sejak awal
pendirian, MTA sudah diindikasi sebagai sebuah organisasi yang tidak
“dikehendaki” kelahirannya oleh masyarakat. Dalam situs resminya, MTA mengakui
demikian. MTA tidak dikehendaki menjadi ormas/orpol tersendiri di tengah-tengah
ormas-ormas dan orpol-orpol Islam lain yang telah ada, dan tidak dikehendaki
pula menjadi onderbouw ormas-ormas atau orpol-orpol lain. Untuk memenuhi
keinginan ini, bentuk badan hukum yang dipilih adalah yayasan. Pada tanggal 23
Januari tahun 1974, MTA resmi menjadi yayasan dengan akta notaris R. Soegondo
Notodiroerjo. (http://www.mta-online.com/sekilas-profil/)
Meski dikenal
sebagai sebuah yayasan, dalam pergerakannya ia tidak lazimnya sebuah yayasan.
MTA sebagai yayasan mempunyai hidden mission, yakni misi dakwah dan
pendoktrinan sebuah ajaran. Kalau boleh disinggung, sedikitnya ada tiga point
penting yang perlu dicermati dari ekstrimitas gerakan dakwah dalam ajaran MTA
ini. Antara lain, konsep jama’ah MTA, bangunan aqidah MTA,
dan manhaj atau metode berpikir MTA.
Pertama, konsep
jama’ah yang diyakini MTA ialah memakai sistem Imam yang dibai’at, dita’ati dan
dijadikan sebagai panutan seluruh anggota MTA. Lebih ekstrim, jika ada anggota
yang keluar dari MTA, tiada lain “hadiahnya” adalah diboikot. Kedua, dalam
masalah aqidah, MTA mengingkari syafa’at di akhirat; mengimani kalau
orang Islam masuk neraka, maka akan selamanya di neraka tanpa sedikitpun
mencicipi surga, sebagaimana pemahaman kelompok Khawarij dan Mu’tazilah; dan
mengingkari kesurupan jin dan mengingkari santet.
Begitupun manhaj
yang dipedomani MTA, corak berpikir MTA dalam memahami dan mengambil sebuah
hukum, porsi akal menduduki peran yang signifikan, bahkan tidak sedikit mereka
mengesampingkan hadits-hadits shahih jika ada kontradiksi dengan al-Qur’an.
Corak berifikir yang senantiasa mengunggulkan akal semacam ini, tentu akan
beriring-kelindan dengan produk-produk ajarannya. Baik dari segi akidah,
pemikiran, hukum (fiqih), tradisi-tradisi yang dijalankan, hingga pada lingkup
yang lebih luas lagi. Satu misal dalam corak pemikiran MTA, mereka tidak lagi
mengakui kredibilitas Ulama’ dan produk-produk ijtihadnya. Justru mereka
memposisikan para Ulama’ sebagai kaum Ortodoks (kolot) yang tidak perlu
diikuti, karena hanya al-Qur’an dan as-Sunnah saja yang benar menurut mereka.
Di samping pola
gerakan MTA yang tergolong ekstrim, MTA juga boleh dikata memasuki wilayah
kerancuan, ketidakjelasan dan tidak konsisten dalam berpendapat dan memutuskan
sebuah hukum. Tahlil dan shalawat oleh MTA dinilai sesat karena tidak
berdasarkan tuntunan Nabi, begitu pun yasinan dan selamatan, dituding sebagai
amalan syirik yang tidak pernah sekalipun Nabi ajarkan. Meskipun demikian
berani MTA menusuk ke organ-organ amaliah warga Nahdliyyin, disayangkan MTA
tidak cukup berani untuk mendialogkan (baca: mempertanggungjawabkan) hasil dari
“Ngaji Al-Qur’an Sak Maknane” tersebut di depan masyarakat
luas. Wa’allahu ‘alam!
* Peresensi adalah staff di Aswaja NU Center PW NU Jawa Timur.
0 komentar:
Posting Komentar